Selasa, 20 Desember 2011

Transportasi Umum di Jakarta

setiap bicara soal lalu lintas Jakarta, pasti selalu dihubungkan dengan kata “macet”.

Habis bagaimana lagi kenyataannya memang begitu. Lantas sampai kapan kemacetan itu akan terjadi? Tentu saja akan berlangsung sangat lama.

Sarana transportasi massal kita sangat menyedihkan, penambahan jalan tak sebanding dengan meningkatnya jumlah kendaraan yang terlalu signifikan. Apalagi pembuatan jalan yang tak sesuai prosedur membuat jalan itu cepat rusak yang tentu saja menambah kemacetan.

Mengenai pertumbuhan jumlah kendaraan, kita pasti trenyuh mendengar produsen motor yang dengan bangganya mengumumkan telah menciptakan rekor penjualan. Dan kita akan geleng-geleng kepala membaca berita ribuan orang indent sebuah mobil bahkan sampai rela nunggu 8 bulan hingga mobil itu tiba di garasi (itu bagi yang punya garasi).

Bisa dibayangkan dong beberapa tahun kedepan. Jakarta pasti nggak macet lagi, tapi MUACREEEEETTTTT!!!

Dari setiap kemacetan, di semrawutnya lalu lintas, di setiap inci jalan raya, tanpa kita sadari telah menciptakan banyak cerita. Baik cerita dramatis, menegangkan, menyebalkan, menggelikan dan berjuta cerita lain yang dialami setiap pengguna jalan ataupun pengguna transportasi umum.

Sebagian orang akan menceritakan pengalaman yang dialaminya di jalanan kepada teman dekatnya, baik dengan ngomong langsung atau lewat jejaring sosial. Sebagian lagi menganggap cerita yang dialaminya hanyalah angin lalu yang tak perlu disimpan di memori otak.

Lalu bagaimana jika yang mengalami kejadian di jalan raya seorang komikus? Tentu saja ia akan menggoreskan cerita itu dalam bentuk komik.

Adalah Diyan Bijac, seorang komikus yang identik dengan tokoh Mat Jagung, komik bersambung yang nongol setiap minggu di harian Koran Tempo. Menuangkan kisah-kisah lucu yang dialaminya atau dialami orang lain tentang suka duka sebagai pengguna jalan raya.

Lewat komik 101 Humor Lalu Lintas, Diyan Bijac berhasil menyajikan realitas yang terjadi di jalanan, yang kadang kita abaikan begitu saja menjadi kumpulan cerita lucu dalam bentuk komik strip satu halaman per cerita.

Berbagai cerita di jalan raya, mulai dari suka dukanya naik transportasi umum, pemakai kendaraan yang ugal-ugalan, para pencari nafkah di jalan, pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain. Dikupas habis oleh Diyan.

Berikut ini beberapa contoh cerita dalam komik 101 Humor Lalu Lintas:


Lewat komik ini Diyan Bijac berhasil menunjukkan kualitasnya sebagai komikus yang serba bisa. Selama ini kita mengenalnya lewat komik dengan gaya gambar realistis. Tapi di komik ini ia harus menggambarnya dengan gaya kartun. Dan ternyata dia berhasil. Gambarnya terlihat ekspresif, natural, dan berkharakter.

Tokoh-tokoh dalam komik ini begitu mewakili setiap elemen masyarakat. Penggambaran tokohnya tampak begitu pas.

Gambar situasi jalanan yang ruwet juga sangat bagus, Diyan menggambarnya dengan cukup detail.

Nah daripada ngedumel tentang kemacetan yang nggak ada habisnya. Mending kita menertawakan kemacetan sambil membaca komik ini.

Tapi ingat, walau komik ini sangat cocok dibaca saat bete karena terjebak kemacetan. Tapi sebaiknya anda tak membacanya sambil menyetir mobil atau mengendarai motor. he he he

memberikan saran mengenai bepergian naik bis dan protes terhadap orang yang berpandangan bahwa jaringan transportasi umum di Jakarta tidak aman.

Ketakutan yang Berlebihan terhadap Transportasi Umum

Beberapa minggu yang lalu, artikel pendek tentang berbahayanya bepergian dengan kendaraan umum di Jakarta muncul di Jakarta Post. Saya kehilangan artikel aslinya karena terlalu sibuk mencorat-coret, tapi saya takjub dengan nada paranoia artikel tersebut dan berjanji untuk menulis komentar saat ada waktu.

Tarif bis tetap murah, walaupun harganya sudah naik, dan saat jalan macet - apa untungnya membayar argo yang mahal cuma untuk duduk di taksi? Bukannya lebih baik membayar Rp 6000 dan berbagi rasa jengkel dengan orang yang duduk disamping? Ini juga bisa digunakan untuk meluaskan lingkaran pergaulan.

Untuk saya yang menggunakan sedikitnya dua angkot seharinya, juga bis AC dan bis biasa, tergantung mana yang datang terlebih dulu, saya merasa ketakutan si penulis mencengangkan. Sarannya sampai sejauh jangan menggunakan telepon selular di bis kalau tidak mau dirampas oleh preman. Benar-benar omong kosong.

Hampir selama 90 menit perjalanan, saya selalu menggunakan telepon selular saya. Begitu juga penumpang lainnya. Saya juga menggunakan kamera digital saya yang baru di bis juga halte bis dan terminal termasuk di Blok M, untuk memotret metro-mini yang mengebut tidak takut mati. Sampai saat ini, tak ada barang saya yang tercuri di daerah-daerah ini.

Tentu saja kadang bisa terjadi - suatu hari saya berdesakan dalam angkot 11 dari Terminal Bekasi dengan gerombolan pencopet dan komplotan berjilbabnya, tanpa disadari tas saya dirogoh. Tapi tetap saja, tidak masuk akan untuk membesar-besarkan bahayanya. Saya kecopetan dua kali dalam ribuan perjalanan yang pernah saya lakukan. (Tidak dihitung perjalanan pertama saya dengan Metro-Mini, 48 jam setelah tiba, dan kacamata saya dicopet dari kantong jaket - saya menganggap itu proses belajar.)

Penulis Jakarta Post benar dengan pernyataannya bahwa kita harus berhati-hati..
Jangan membiarkan segepok uang kertas kelihatan dari saku celana.
Hati-hati kalau melihat orang yang bediri di pintu keluar dengan jaket ditangan.
Menggunakan logika dan teriak 'copet' kalau kamu yakin orang tersebut adalah si copet - memalukan kalau sampai salah, tapi kemungkinan besar pasti benar.

Kedua kali berhadapan dengan penjahat Bekasi saya berteriak 'copet' dan 4 orang melompat dari kendaraan. Kalau ada yang berusaha melawan mereka, tunjukan solidaritas, hal buruk yang mungkin terjadi akan dikalahkan. (Pegawai kantoran bisa belajar dari cerita kampung, yang salah akhirnya habis ditangan massa)

Penulis artikel tersebut tidak kelihatan mendukung kesadaran social. Penulis menyatakan hanya busway saja yang bisa disarankan. Walau kriminal juga beroperasi di Busway juga, dan hal seperti inilah yang membuat kita ketakutan satu sama lain, mengurangi kebahagiaan dari hidup di Jakarta.

refrensi

http://www.indonesiamatters.com/1811/transportasi-umum-jakarta/
http://media.kompasiana.com/buku/2011/11/29/menertawakan-kemacetan/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Skull Belt Buckles